PARTICIPATING INTEREST (PI) 10% DAN MIMPI RIAU MENJADI TUAN ENERGI DI NEGERI SENDIRI

Oleh: Agung Marsudi
Pemerhati Geopolitik

SEREMONI transisi atau peralihan pengelolaan blok Rokan (wilayah kerja Rokan) dari PT Chevron Pacific Indonesia ke PT Pertamina Hulu Rokan, sudah berjalan 4 tahun. Terasa lamanya, tapi belum terasa kontribusinya. Kecuali regulasi yang mensyaratkan lahirnya hak atas Participating Interest (PI) 10% kepada Badan Usaha Milik Daerah provinsi Riau. Dan kini tuah PI 10% itu jatuh pada PT Riau Petroleum Rokan.

PT Riau Petroleum Rokan (RPR) merupakan anak perusahaan PT Riau Petroleum (RP) didirikan pada 24 Agustus 2021 untuk mengakomodasi pengelolaan Wilayah Kerja (WK) Rokan.

Dengan komposisi kepemilikan saham; PT. Riau Petroleum (50%), PT. Bumi Laksamana Jaya (17%), PD Sarana Pembangunan Rokan Hilir(15%), PT. Siak Pertambangan Energi (12%), PD Kampar Aneka Karya (5%), dan PERUMDA Rokan Hulu Jaya (1%). Artinya pemilik badan usaha milik daerah (BUMD) ini sesuai jumlah modal yang ditempatkan pada PT. Riau Petroleum Rokan adalah pemerintah provinsi Riau, pemerintah kabupaten Bengkalis, Rokan Hilir, Siak, Kampar dan kabupaten Rokan Hulu.

PT Riau Petroleum Rokan (RPR) merupakan perusahaan daerah provinsi Riau, yang ditunjuk untuk mengelola hak atas Participating Interest (PI) 10% Wilayah Kerja Rokan.

Belum ada informasi detail berkaitan dengan kiprah PT RPR kecuali profil singkat yang bisa diakses di laman resminya yaitu riaupetroleumrokan.co.id. Saat ini komisarisnya dijabat oleh Zulkifli Syukur, dan Zian Kurniawan sebagai direktur.

Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman, (9/8/2925), mengkritisi 4 tahun Blok Rokan dikelola PHR, “Operasi Mahal, Hasil Minimal”. Bukan tanpa alasan, sempena 4 tahun alih kelola dari Chevron ke Pertamina Hulu Rokan (PHR), kinerja produksi Blok Rokan, CERI menilai belum menunjukkan lonjakan berarti. Padahal, biaya operasi yang digelontorkan untuk mengejar target disebut mencapai miliaran dolar US.

Menurut Yusri Usman, strategi PHR justru membuat kondisi arus kas “berdarah”. Target produksi 400.000 barel per hari, sebagaimana diharapkan Presiden Jokowi saat itu, tidak tercapai. “Ironisnya, kegagalan itu disertai kondisi keuangan yang tertekan akibat salah strategi peningkatan produksi. Keekonomian Blok Rokan jadi tekor,” jelasnya.

*Potret Perusahaan Migas Milik Daerah di Riau*

Ekspektasi provinsi Riau untuk menjadi tuan energi di negeri sendiri, diawali dengan lahirnya BSP.

PT Bumi Siak Pusako (BSP) adalah perusahaan milik daerah yang didirikan tahun 2001 untuk mempersiapkan pengambilalihan pengelolaan CPP Blok dari Chevron. Sejak 2002, CPP Blok dikelola oleh PT BSP dan Pertamina Hulu secara bersama sebagai Badan Operasi Bersama (BOB). Kemudian dikelola sepenuhnya oleh BSP sendiri sejak Agustus 2022.

Kabar terbaru mengejutkan, datang dari PT Bumi Siak Pusako (BSP) yang melaporkan mengalami kerugian 14,7 juta USD setara Rp 238 miliar (pada kurs Rp 16.200). Kerugian tersebut tertuang dalam laporan keuangan persero tahun buku 2024 yang disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Senin (30/6/2025) di Pekanbaru.

Kerugian sebesar Rp 238 miliar ini merupakan pertama kali dialami PT BSP sejak pengelolaan ladang minyak Coastal Plains and Pekanbaru (CPP). Sementara pada laporan keuangan tahun buku 2023, persero mengklaim mencatatkan laba sebesar Rp 476 miliar.

Rapor merah keuangan itu memicu kekhawatiran publik terhadap kesanggupan PT BSP sebagai operator tunggal CPP Blok, sejak ditunjuk pemerintah pusat pada 9 Agustus 2022 lalu.

Seperti diketahui PT BSP merupakan BUMD dengan kepemilikan saham, pemerintah kabupaten Siak (72,29%), pemerintah provinsi Riau (18,07%), Kampar (6,02%), Pelalawan (2,41%) dan pemerintah kota Pekanbaru (1,21%).

Semoga ekspektasi menjadi tuan energi di negeri sendiri, tidak hanya mimpi. Meski tuah minyak itu sudah 100 tahun mengalir tiada henti. *(bersambung)*

*Duri, 8 Oktober 2025*

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *