Oknum Guru Diduga Pungli ,Gernas PPA Minta Disdik Siak Non Aktifkan 

MATAHUKUM.ID / SIAK, DPPR – Gerakan Nasional Perlindungan Perempuan dan Anak (Gernas PPA) mendesak Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Siak menonaktifkan oknum guru di SDN 008 Samsam, Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak yang diduga melakukan pungutan liar (pungli) di sekolah.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua Umum Gernas PPA Rika Parlina kepada awak media, usai mendampingi perwakilan wali murid SDN 008 Samsam Kristina Bintang yang melaporkan oknum guru tersebut ke Polda Riau, Senin (25/03/2024).

Dalam laporan polisi no:LP/B/86/III/2024/SPKT/Polda Riau, Kristina Bintang melaporkan dugaan tindak pidana penipuan/perbuatan curang UU no 1 tahun 1946.

Disebutkan, oknum guru tersebut telah memungut sejumlah uang untuk pembelian Lembar Kerja Siswa (LKS). Dalam setahun, pungutan LKS dilaksanakan dua kali dengan jumlah Rp20 ribu. Namun sayangnya LKS tersebut tidak pernah didapat oleh siswa SD 008 Samsam.

Tak hanya itu, Kristina juga melaporkan adanya pungli berupa uang persembahan (kolekte) yang dilakukan setiap hari Jumat ke seluruh siswa kelas 1 hingga kelas 6 khusus siswa beragama kristen.

“Iuran Kolekte sudah dilakukan sejak 2013 hingga sekarang. Alasannya untuk biaya kegiatan natal di sekolah. Namun hingga saat ini, tak pernah sekalipun dilaksanakan kegiatan natal. Alasannya uang tidak cukup,” ujar Kristina.

“Harapan saya sebagai wali murid, saya ingin sekolah menjadi tempat ternyaman kedua bagi anak-anak. Jika sekolah pun tidak nyaman buat anak-anak kami, kemana lagi anak-anak kami akan menuntut ilmu selain di rumah. Di sekolah maunya anak kami aman,” tutur Kristina.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Gernas PPA Rika Parlina mengaku telah mengkonfirmasi kebenaran informasi tersebut ke pihak sekolah. Namun, Kepala sekolah mengaku pungli dilakukan oknum guru tanpa seizin pihak sekolah.

“Dari informasi yang kami dapat, Siswa nonmuslim kelas 1 hingga kelas 6 setiap hari Jumat, membayar iuran kolekte. Nominalnya dari dua ribu hingga lima ribu rupiah. Setiap kelas ada satu perwakilan yang mengumpulkan iuran, kemudian diserahkan ke oknum guru,” ujar Rika.

“Kami berharap guru seperti itu bisa dinonjobkan, sehingga tidak memberatkan siswa membayar iuran yang tidak diperlukan,” harap Rika.

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Provinsi Riau Esther Yuliani Manurung yang juga ikut mendampingi Kristiani Bintang mengatakan awalnya mendapatkan laporan warga melalui media sosial, yang ingin mendapatkan hak anak yang sebenarnya.

“Jadi kita data semuanya, dan menandatangani sekolah untuk bertemu kepala sekolah dan guru agama tersebut,” ujar Esther.

Dari hasil kunjungan ke sekolah, didapat beberapa siswa mengalami ketakutan masuk sekolah jika ada mata pelajaran oknum guru tersebut. “Hal ini yang kami cari tau. Apakah takutnya karena dimintai iuran persembahan (kolekte,red) tadi, atau terkait cara mengajar oknum tersebut,” jelasnya.

“Kami dari LPAI ini berharap, semuanya cobalah berlaku dengan benar. Berikan hak anak sesuai kepentingan terbaik anak, apapun itu tanpa diskriminasi karena bagaimanapun hak anak dalam pendidikan itu harus nomor satu,” harapnya.

Tim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *